Selasa, 27 Oktober 2020

Blog Hobiku Bermain Bulu Tangkis Fiona 7.5

TUGAS BLOG TIK


Nama : Fiona Gracia Pasaribu

Kelas : 7.5

No. Absen : 14


Hobiku Bermain Bulu Tangkis.


Halo semuanya perkenalkan nama saya Fiona Gracia Pasaribu. Saya bersekolah di SMPN Negri 3 depok. 

Pada blog kali ini saya akan menceritakan tentang hobi saya yaitu bermain bulu tangkis. 




Saya mulai belajar bermain bulu tangkis sejak saya umur 7 tahun atau saat saya kelas 1 SD. Pertama kali yang saya pelajari tentang bulu tangkis adalah bagaimana cara service sehabis itu berbagai macam pukulan. Setelah saya mempelajari itu saya mulai berlatih hampir setiap hari dan sampai hari ini saya terus berlatih dan belajar agar semakin baik. Setiap 2 minggu sekali saya bermain di gor bersama teman teman saya di gereja. Sebelum pandemi saat masih bersekolah saya sering bermain juga dengan teman teman saya di sekolah. Saya berharap pandemi ini cepat selesai dan saya bisa bermain lagi dengan teman teman saya. Saya juga sering menonton pertandingan bulu tangkis dunia, beberapa atlet idola saya dalam bulu tangkis adalah kevin sanjaya, marcus gideon, melati daeva, praven jordan, jonathan christie, anthony ginting, dan masih banyak lagi atlet yang saya sukai. Terima kasih sudah membaca blog saya tentang hobi saya bermain bulu tangkis, semoga kalian selalu dalam keadaan sehat.


Jumat, 25 April 2014

Laga Yang Akan Jauh Lebih Berbeda Dari Sebelumnya

Pertandingan kontra Chelsea akhir pekan nanti sangatlah penting tapi laga itu akan sama sekali berbeda dibanding laga lawan Manchester City dua pekan lalu. Brendan Rodgers adalah seorang jenius. Anda tak bisa membantah pernyataan itu begitu pula saya. Bagaimana mungkin sebuah tim dari peringkat tujuh menjadi salah satu calon juara liga, terlebih lagi calon terkuat, dan fakta itu disangkal. Ia membawa sebuah kapal yang nyaris karam mampu berlayar dengan gagah di samudera.

Kritik tentu tetap ada terutama melihat performa lini belakang Liverpool hingga pekan ke-35 ini. Sebagai perbandingan jumlah kebobolan the Reds mencapai angka 44 atau paling buruk di lima besar bahkan tak lebih baik dari Manchester United yang terjelembab ke posisi tujuh.

Sulit menebak cara berpikir seseorang tapi dengan performa naik-turun di lini belakang, Rodgers tak main-main menggunakan semua pemain untuk mencetak gol dalam segala kemungkinan situasi. Catat, 96 gol. Torehan terbaik Liverpool sepanjang sejarah Premier League.

Akhir pekan lalu saya terlibat dalam sebuah diskusi khas laki-laki. Sepak bola - apalagi? - dengan topik yang familiar, apakah Liverpool pantas menjadi juara liga musim ini? 

Penggemar klub dengan seragam merah-merah pasti akan menjawab dengan nada pasti: iya bisa. Namun yang menarik adalah dalam diskusi, yang berlangsung hanya selama dua menit dengan semua orang setuju Liverpool pantas juara, adalah kalangan netral yang objektif pun berpikir tak ada tim lain yang lebih pantas ketimbang tim Merah Merseyside untuk menjadi jawara.

Semua bermula dari kemenangan penting Liverpool atas Manchester City di Anfield dua pekan lalu. Laga yang membuat jantung Kopites bergedup kencang. Rasa gugup langsung menguap bersamaan dengan peluit panjang yang ditiup wasit.

Laga lawan Manchester Biru itu dianggap sebagai tontonan wajib para penikmat sepak bola netral. Alasannya sederhana saja. Penonton mana yang tidak ingin disuguhi dua tim yang punya permainan menyerang atraktif dengan torehan gol terbanyak. Fans Liverpool bisa bernafas lega pasca laga karena pasca gol Philippe Coutinho tak ada aksi David Silva yang mengacak-acak lini belakang kurang koordinasi itu.

Dan seakan menambah peluh layaknya bos yang tak berhenti memerah keringat anak buahnya hingga jam kerja berakhir, the Reds menunjukan kemunduran performa melawan Norwich akhir pekan lalu. Liverpool boleh bangga dengan rekor mereka - terutama Luis Suarez - kontra the Canaries. Tapi apa yang disuguhkan di Carrow Road tak ubahnya menonton film horror.

Akhir pekan ini Liverpool akan dihadapkan dengan sebuah laga yang mungkin terpenting di antara yang paling penting. Chelsea yang berada di posisi kedua - tertinggal lima angka - akan berkunjung ke Anfield yang tersohor dengan keangkerannya itu.

Pasukan Jose Mourinho seperti sudah diketahui khalayak ramai bukan tim yang akan melayani permainan lawannya. Saya berani bertaruh. Karena mereka tipe yang rela diinjak-injak di sebagian besar laga tapi akhirnya berhasil membunuh lawannya yang lengah.

Jika diibaratkan Ular. Mereka adalah Ular Laut yang tidak agresif tapi jangan ditanya seberapa kuat bisanya. Laga lawan Chelsea bukanlah laga antara Macan kontra Singa. Tapi suatu yang lebih taktikal yang mendalam dan perang mental.

Contoh konkrit adalah torehan kebobolan the Blues. Paling sedikit dari tim manapun di liga. Jika Anda menyaksikan laga Chelsea kontra Atletico Madrid di semifinal Liga Champions, Anda akan mengetahui bahwa ia bisa menjadi super pragmatis jika dibutuhkan. Mereka tak banyak menyerang, tapi bisa membunuh kapan pun dibutuhkan. Bahkan jika dibutuhkan mereka bisa saja mengintimidasi Anda sebagai pemilik sepak bola dari abad ke-19 tanpa berkaca terlebih dahulu.

Terlepas dari kemungkinan Mourinho akan menurunkan lapis keduanya akhir pekan nanti melawan Liverpool karena sesungguhnya perbedaan antara tim utama dan cadangan mereka tak jauh berbeda. Dan Brendan Rodgers pasti tahu benar seperti apa kemampuan mentornya itu tak hanya dalam hal taktik tapi juga dalam perang mental.

Mimpi indah hanya berjarak tiga kali 90 menit atau mungkin kurang dari itu. Tapi jika ditanya apakah Chelsea akan lebih lemah dari Manchester City rasanya keduanya sama-sama membuktikan bahwa kekuatan uang mereka tak bisa dianggap remeh.

Tapi bukankah selama ini Liverpool sudah membuktikan bahwa uang bukan segalanya?


Senin, 15 Juli 2013

Liverpudlian dengan Kopites

LIVERPUDLIAN ADALAH BERARTI WARGA KOTA LIVERPOOL. Tidak ada satupun quotes/ merchandises/ chants/ yells resmi LFC yg menyebutkan kata "Liverpudlian" yang merujuk kepada arti → supporter. Dan supporter LFC disebut KOPITE (dibaca: Kopayt), sedangkan bentuk jamaknya adalah KOPITES (dibaca: Kopayts). Lantas dari manakah semua kesalah-kaprahan ini berasal? Dalam chant "Poor Scouser Tommy", ada lyrics: "Oh, I am a Liverpudlian. And I come from The Spion Kop". Inilah awal mula
kesalah-kaprahan tersebut di INDONESIA. Apa? Di
Indonesia? Ya, benar, hanya di Indonesia saja kita mendengar pendukung LFC menyebut diri Liverpudlian. Di negara lain tak ada yang salah kaprah, mereka menyebut diri mereka KOPITES. Adapun makna dari lyrics tadi: si Tommy ini adalah prajurit Inggris yang dikirim ke Libya saat Perang Dunia II. Dan disetiap Dog Tag akan tertera dari Divisi manakah dia, dan dicantumkanlah bahwa dia berasal dari divisi di kota Liverpool. Itulah sebabnya sebelum tewas, dia berkata bahwa dia adalah seorang Liverpudlian (warga kota Liverpool). Namun, kecintaannya terhadap LFC membuat Tommy yang sedang sekarat pun tetap bangga mengaku sebagai seorang KOPITE (supporter LFC), dengan berkata bahwa dia tak hanya sebagai warga kota Liverpool semata, melainkan dia berasal dari The Spion Kop (salah satu tribun di stadion Anfield yang paling bawel ngchants pada saat itu).

Dengan keterbatasan informasi di Indonesia, terutama di era 1970 - awal 1980 an dimana kaum muda hanya mengenal sepakbola luar negeri melalui Dunia Dalam Berita, dan pertandingan final sepakbola hanya sesekali ditayangkan secara langsung oleh TVRI di pertengahan 1980 an, ditambah dengan lebih mudahnya menghafal kata Liverpudlian (karena memiliki susunan huruf yang mendekati Liverpool) dibandingkan "Kopites", dan ditambah dengan tingkat kesalah-kaprahan yang tinggi didalam penggunaan kata di masyarakat Indonesia, membuat penyebaran kesalahan makna "Liverpudlian" ini menjadi semakin cepat, dan malah menggeser Kopites sebagai istilah yang benar. Apalagi kemudian diperparah pula dengan watak kita semua yang "udah salah, ngotot pula". Dan juga watak "membiarkan kesalahan berlanjut karena gak mau repot", dan juga watak "berkelakar-bercanda diseputar kesalahan". Nah, sehingga akhirnya pada saat pertengahan 1990 an dimana persaingan TV Swasta mulai merebak, mengakhiri kejayaan tunggal RCTI dengan Decoder-nya, maka muncullah ide untuk menayangkan secara langsung pertandingan sepak bola Liga Inggris oleh salah satu Direktur Utama TV saat itu. Dan si presenter pertandingan di TV Indonesia kerap menyebut kata "Liverpudlian" saat dia berceloteh mengenai supporter LFC. Pengaruh media sangatlah luas, dan akhirnya mencuci otak para anak muda yang rata2 SMA atau baru masuk kuliah saat era pertengahan 1990 an itu. Mereka2 ini kerap berkumpul sepulang kuliah dan akhirnya semakin meluas pula kesalahan penggunaan kata "Liverpudlian" ini. Saat bertemu orang lain yang menggunakan t-shirt/ atribut LFC, akan dengan ramah disapa: "oh, kamu Liverpudlian juga yah?" yang semakin membuat penggunaan ngaco ini berlanjut. Hingga puncaknya adalah Twitter dimasa kini.

Lantas, dari manakah istilah KOPITES itu berasal? Ya, tepat. Rujukan kata itu bersumber dari THE KOP, atau The Spion Kop (salah satu tribun di stadion Anfield). Awalnya, penggunaan istilah Kopites ini disematkan kepada orang2 keturunan Scandinavia, terutama buruh-buruh kapal Norwegia, yang banyak berlabuh di Liverpool. Mereka ini lebih kasar, pemabuk, namun lebih "garis keras" dalam mendukung tim sepakbola (saat itu Everton lebih diminati oleh Liverpudlian -- warga kota Liverpool -- dibandingkan tim sekota yg baru muncul, LFC). Sedangkan penggunaan istilah The Kop ini bersumber dari penghargaan terhadap prajurit korban Second Boer War, dimana banyak prajurit Inggris yang tewas berasal dari kota Liverpool. Nah, pada perkembangannya, LFC tampak lebih menarik untuk disimak, sehingga para Liverpudlian (warga kota Liverpool) mulai menyematkan istilah KOPITES kedalam diri mereka, karena mereka turut melebur kedalam suasana mendukung LFC. Dan seiring dengan perjalanan waktu, sejarah demi sejarah ditorehkan oleh LFC, akhirnya muncullah sebutan bagi para supporter LFC yang non - Liverpudlian, bukan warga kota Liverpool, dengan sebutan WOOLS. Julukan ini "sedikit" bernada merendahkan, dalam artian: Wools hanya bisa mendukung lewat TV di negaranya, tak hadir disetiap pertandingan kandang di Anfield, atau tak nongkrong rutin di THE ALBERT (Pub diseberang The Kop). Para pendukung LFC (Kopites) notabene kini merupakan Liverpudlian (warga kota) dan tak lagi buruh kapal luar negeri, bahkan sebagian besar merupakan SCOUSER (sub-race/ suku bangsa berlogat). Sehingga saat kejayaan LFC berimbas ke dunia luas, maka penggunaan julukan "Wools" bagi supprter LFC non warga kota Liverpool pun semakin luas. DAN JIKA KALIAN MASIH NGOTOT MENGGUNAKAN ISTILAH "LIVERPUDLIAN" saat kalian nanti ke Anfield, maka bersiaplah untuk diejek oleh beberapa oknum Kopites yang mabuk. Biasanya mereka langsung mengenali kita sebagai tourist (turis), mereka akan ramah menyapa kita, dan jika kalian memang cinta LFC, maka katakanlah: "I am a Liverpool FC Kopite too, by the way", dan mereka akan semakin ramah dan akrab, menyapamu dengan jawaban: "Oh, so you are a Wool, glad to hear that. It's ring a bell for sure. Another pin, mate?". Tapi bayangkanlah jika kesalah-kaprahan penggunaan "Liverpudlian" ini terjadi, maka mereka akan langsung mengenali logat English kalian yang jelas2 sangat tidak ber-scouser, dan mereka (jika mabuk) akan mengejekmu meminta kalian mengeluarkan ID Card (Kartu Tanda Penduduk) kota Liverpool.

- Kesalahkaprahan penggunaan kata didalam bahasa Indonesia, dan serapan bahasa asing kedalam Bahasa Indonesia sangatlah mudah ditolerir. Dan sebagai sesama KOPITES, tentunya para Liverpudlian (warga kota Liverpool) -- jika bukan oknum yang sedang mabuk -- akan melayani kita dengan ramah, apalagi status kita sebagai tourist, sebagai Wools (pendukung LFC yg berasal dari luar kota Liverpool, bahkan luar negeri). Akhirnya, demi untuk menjalin silaturahmi, JIKA KAMU BERTANYA seperti ini: "Saya pendukung LFC, tapi saya bukan warga kota Liverpool. Apakah saya boleh menyebut diri saya sebagai seorang Liverpudlian?", maka karena keramahan mereka, para orang kota Liverpool ini akan menjawab: "Oh, tentu saja boleh" untuk menghargai perkenalan kalian. Dan inilah yang kemudian menyebabkan EVOLUSI BAHASA. Penggemar LFC di Indonesia sangatlah banyak, dan hampir semuanya menyebut mereka sebagai Liverpudlian, dan bukan Kopites. Please jangan menyebut kalian sebagai Wools, secara itu adalah "ejekan tidak langsung". Dan ditambah pula dengan adanya istilah EVERTONIAN bagi fans Everton FC dikalangan para Liverpudlian (warga kota Liverpool). Akhirnya, penyematan label "Liverpudlian" menjadi sangat maklum dikalangan para tourist. Dalam bahasa sinisnya, para Kopites akan "yaaaaaaaa, yaaaaaaaa, whatever" jika kalian mengaku2 sebagai Liverpudlian (padahal maksudnya adalah sebagai Kopites). Dan saking dimaklum-nya, akhirnya menjadi semakin maklum, kesalah-kaprahan semakin berlanjut, dan bahkan "dicantumkan" oleh seseorang (non Scouser) kedalam kamus tak resmi LFC bahwa → Liverpudlian adalah warga kota Liverpool, namun karena ada Evertonian (pendukung EFC), maka Liverpudlian juga dapat bermakna sebagai fans (penggemar) LFC. Ingat, fans ... PENGGEMAR, dan bukan seperti KOPITES yang bermakna sebagai SUPPORTER/ pendukung .....

Berdasarkan penjelasan tadi, maka kita semua semakin cerdas, sadar, dan mengerti. Ini bukan mengenai "setuju atau tidak setuju". Ini bukan mengenai "toleransi atau alibi tidak diterima". Ini mutlak mengenai kebiasaan salah kaprah didalam penggunaan bahasa asing. Ingat, budaya sepakbola di Inggris JAUUUUUHH melebihi budaya sepakbola di negara lain. Tak perlu disangkal, karena semua orang sudah tau siapakah bangsa pendiri olah raga yang satu ini. KESALAH-KAPRAHAN PENGGUNAAN BAHASA AKAN TERUS BERLANJUT DAN MENYEBAR, tinggal dari diri kalian, apakah kalian ingin semakin cerdas, atau kalian membandel dan ngotot dan tidak mau semakin mencerahkan pengetahuan. Nah, berikut dibawah ini akan saya beri sedikit "Glossary" untuk memudahkan kalian. Semoga kita semakin cerdas, dan mau menghargai budaya sepakbola di ranah Merseyside, atau Inggris pada umumnya, seperti kita menghargai budaya sepakbola di tanah air kita.

GLOSSARY:

- LIVERPUDLIAN: warga kota Liverpool, penduduk yang memiliki KTP Liverpool. Tidak harus bersuku bangsa/ berlogat Scouse. Ini sama seperti penduduk kota Bandung tidaklah harus seorang bersuku Sunda.

- EVERTONIAN: julukan bagi Liverpudlian (warga kota Liverpool) yang mendukung Everton Football Club. Kerap disebut sebagai Merseyside Blue.

- MERSEYSIDE: ini merupakan "state", wilayah di Inggris, seperti layaknya provinsi Jawa Barat di Indonesia. Kota Liverpool terletak di area Merseyside ini. Seperti halnya kota Bandung terletak di Jawa Barat.

- SCOUSE: sub-racial, merupakan suku bangsa yang berlogat. Seperti halnya Sunda, Jawa, Batak, Manado, Padang, Ambon, dll. Individunya/ orangnya disebut sebagai Scouser. Seorang Scouser tidak harus menjadi Liverpudlian (warga kota Liverpool), sama halnya seperti seorang Batak tidaklah harus tinggal di kota Medan/ di daerah Sumatera Utara. Dan seorang Scouser tidak berarti bahwa dia pendukung LFC, ataupun EFC, dll. Mungkin saja dia bahkan tidak suka olahraga sepakbola. Ini sama halnya seperti: belum tentu seorang suku Sunda mencintai PERSIB, bahkan mungkin belum tentu dia suka olahraga sepakbola.

- KOPITES: istilah bagi pendukung Liverpool Football Club (LFC). Individu: Kopite. Bentuk jamak: Kopites. Cara membaca: Kopayt, dan bentuk jamak: Kopayts. Tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kalian fans (penggemar) LFC? Ataukah kalian merasa sebagai pendukung LFC? Julukan Kopites bermakna sebagai supporter (pendukung).

- WOOLS: bahasa Scouse, berarti: pendukung LFC yang berasal dari luar kota Liverpool, dan atau bahkan dari luar negeri. Wools kerap menjadi ejekan, karena dianggap sebagai pendukung layar kaca garis keras (pendukung LFC lewat TV, bukan rutin datang ke stadion).

- URCHINS: berbeda dengan bahasa Inggris, dalam slang word Scouse, kata Urchins berarti anak jalanan. Dan karena budaya sepakbola di Inggris sudah sangat mengakar, maka biasanya anak2 jalanan ini penggila sepakbola, pendukung garis keras, dijaman dahulu siap membunuh fans lawan. Mirip dengan kondisi atmosfir olahraga dalam negeri kita saat ini kan? Hehehe.

- THE URCHINS LFC: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC.
- MEN OF SHANKLY: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC.
- THE RED AND WHITE KOP: organisasi non resmi pendukung Liverpool FC.

- THE KOP: disebut juga Spion Kop. Nama dari salah satu tribun di stadion Anfield. Yang lainnya bernama: Main Stand, Anfield Road, Centenary Stand. Seluruh penonton wajib duduk saat menonton, namun para Kopites yang berada di tribun atas The Kop selalu berdiri, menyanyi, dan para Stewards (Satpam) sudah lelah menyuruh mereka menonton dengan sopan.

- TRAVELING KOP: julukan bagi Kopites yang "uji nyali", menonton LFC bertanding di kandang lawan, namun tetap nekad beratribut jersey - scarf LFC. Jadi jika ada member BIGREDS IOLSC yang menonton lintas regional, sebenarnya tidak bisa disebut Traveling Kop. Jika kalian menonton LFC v MUFC dikandang nonbar anak2 fans ManUtd, dan kalian tetap nekad berani mengenakan atribut LFC, maka itulah Traveling Kop! Makna aslinya: Kopites yang menonton ke Old Trafford, atau Stamford Bridge, misalnya.

- THE ALBERT: nama sebuah Pub terkenal yang terletak tepat didepan Paisley Gates, pintu masuk menuju THE KOP. Para Kopites yang tak kebagian tiket biasanya nonbar LFC disana. Namun, kini ada banyak Pub lain, sehingga jumlah penonton yang hadir nonbar di The Albert menjadi menurun kwantitasnya.

- LIVERBIRD: lambang kota Liverpool. Merupakan burung langka yang hidup di perairan Merseyside. Berwarna merah, dan memakan ganggang kering. Liverbird BUKANLAH Heron Bird (burung bango/ bangau). Jadi jika ada fans tim lawan yang menghina LFC sebagai tim burung bango/ bangau, maka jelaskanlah: A LIVERBIRD IS NOT A HERON BIRD!

Apalah arti sebuah nama, kami tetap pendukung Liverpool FC

You'll Never Walk Alone, Bukan Sekadar Slogan Kosong

Wujud solidaritas pendukung Liverpool terlihat saat seorang pendukung The Reds Indonesia, Syamsul Wijaya terbaring sakit.

November 1963, sebuah sambutan luar biasa ditunjukkan oleh The Kop, yang saat itu menampung sekitar 30.000 fans, ketika You'll Never Walk Alone – sebuah lagu yang diaransemen ulang oleh Gerry And The Peacemaker diperdengarkan di Anfield. 

Saat itu, memang lagu tersebut menduduki peringkat pertama tangga lagu. Karena sambutan luar biasa itulah, lagu tersebut lalu secara rutin diperdengarkan sebelum dan sesudah pertandingan hingga saat ini.

Sebuah kebetulan yang lalu menjadi kebiasaan, dan seiring waktu dengan mungkin sedikit berlebihan saya menyebutnya sebagai sesuatu yang ditakdirkan. You'll Never Walk Alone, bukan sekedar club anthem ataupun slogan. Setiap bait liriknya yang sarat makna, sudah seringkali kita – suporter Liverpool FC lihat pengamalannya.

Adalah penggila Liverpool asal Bandung, Syamsul Wijaya – atau lebih dikenal sebagai Soel – bagi kebanyakan orang yang baru pertama kali berjumpa mungkin dianggap seram. 

Penamplannya dengan rambut gondrong, berjenggot, dan senang mengenakan kaos bergambar band kesayangannya Iron Maiden.

Tidak bagi saya, sejak mengenalnya lewat interaksi di forum BIGREDS saya bisa menduga bahwa Soel, adalah pribadi yang unik. Hingga dari sekian belas kali pertemuan saya dengannya, saya membuktikan dugaan saya. 

Di balik penampilannya tersebut ada sosok yang meski menyimpan sisi misteri tersendiri, tapi penuh kreativitas, pribadi yang keras namun sangat bersahabat dan tetap menaruh hormat. Soel adalah seorang kawan yang sangat kocak dan tak pernah enggan mengulurkan tangan untuk membantu banyak hal yang dia bisa kerjakan.

Ada satu hal yang bagi saya sangat menyenangkan adalah setiap kali berjumpa dengannya dalam acara nonbar, saya seperti menemukan partner hebat sekaligus guru dalam melantunkan chants. Pengetahuan Soel akan chants Liverpool, sangat luar biasa.

Hingga semenjak kurang lebih dua bulan lalu, pribadi seorang Syamsul Wijaya yang saya paparkan di atas berubah drastis. 

Tak ada lagi Soel yang sanggup berkarya memanipulasi gambar, tak ada lagi Soel yang sanggup berjam-jam menyapukan kuas dan cat di atas kain untuk jadi banner, tak ada lagi Soel yang menawarkan bantuan untuk membantu kegiatan regional Bandung, tak ada lagi suara seraknya mengawali chants di nonbar.

Yang ada sejak dua bulan lalu, Soel tergolek lemah di pembaringan dalam ruang rawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin – Bandung. 

Meningitis atau radang selaput otak menjadi vonis yang dijatuhkan dokter dari serentetan diagnosa mereka. Meningitis itulah yang kemudian memenjarakan sementara sahabat saya, sahabat kita.

Soel lebih dari sahabat buat banyak orang, Soel adalah bagian dari keluarga besar BIGREDS. 

Oleh sebab itulah, tergerak hati saudara-saudaranya di BIGREDS Bandung untuk melakukan sesuatu. 

Dimulai dari hal kecil yaitu ajakan untuk bersama-sama mendoakan untuk kesembuhannya, melalui akun twitter @ManukLiverbird yang kemudian secara berantai diikuti oleh akun-akun regional BIGREDS yang lain, dan tak lupa juga akun resmi @BIGREDS_IOLSC

Sadar akan perlunya tindakan lain dari sekadar doa, inisiatif untuk penggalangan dana pun direncanakan. Dan melalui akun twitter yang sama, diwartakan. 

Berbagai cara ditempuh, membuka kesempatan untuk donasi dan menggelar lelang barang. Sekali lagi ini diikuti oleh beberapa regional BIGREDS lain, seperti Jogja, Bekasi dll. Bahkan ada kelompok kolektor jersey Liverpool, yang juga bagian dari BIGREDS juga melakukan gerakan yang sama, meski mungkin banyak yang belum kenal langsung dengan Soel.

Terobosan lain dilakukan oleh salah satu rekan, menuliskan sebuah surat terbuka yang berisikan semacam permohonan ke Liverpool Football Club untuk memberi support kepada Soel, yang dituliskan di website BIGREDS dan salah satu blog independen supporter. 

Yang kemudian diteruskan ke akun twitter resmi milik klub, @LFC serta ke beberapa akun pemain LFC juga mantan pemain LFC (legend) melalui akun twitter @BIGREDS_IOLSC dan blog independen tersebut.

Hasilnya? Selasa (8/1) malam saya mendapat kabar dari pemilik blog independen tersebut bahwa surat terbuka tersebut sudah ditwit-kan sebanyak lebih dari 4500 kali. 

Itu saja? Tidak, entah berapa ribu kali juga twit yang menyertakan hash-tag #PrayForSoel Bukan hanya dari sesama Liverpool supporter dalam dan manca negara, supporter klub dan banyak pihak lain juga menunjukkan kepedulian. 

Ini adalah hasil dari penyebaran informasi oleh akun resmi klub juga beberapa pemain dan mantan pemain.

Luar biasa!

8 Januari 2013, saya dan mungkin Anda semua yang membaca tulisan ini, melihat manifestasi dari pesan yang terkandung dalam lagu You'll Never Walk Alone

Saya percaya, Tuhan tidak punya akun twitter. Tapi saya juga percaya bahwa dalam sekian ribu twit dan re-twit tersebut tentu juga bukan hanya sekadar klik dan ikut-ikutan karena akun resmi klub ikut mewartakan. 

Di dalamnya ada doa, untuk kesembuhan Soel. Tuhan tidak perlu akun twitter untuk mendengar doa

Saya bukan orang yang religius tapi setahu saya dalam ajaran agama apapun menyebutkan bahwa semakin banyak doa dari manusia untuk suatu tujuan kebaikan yang sama, Tuhan akan makin cepat berkehendak mengabulkannya. 

Jika sekian ribu twit dan re-twit tadi adalah doa, maka saya juga percaya kesembuhan akan segera tiba untuk sahabat kita, Syamsul Wijaya.

Mungkin masih ada yang bisa anda lakukan dari sekadar twit dan berdoa, jika benar masih ada lakukanlah. Karena langkah nyata selain doa, mungkin adalah kehendak-Nya juga demi kesembuhan Soel. 

Yang punya waktu dan kesempatan bisa mengunjungi Soel di Bandung sana. Yang ada sedikit lebih, bisa mendonasikannya dalam berbagai rupa. Info dan caranya coba kontak rekan-rekan yang terlibat langsung melalui akun twitter @ManukLiverbird

Dia, Yang Di Atas Sana, sudah melakukan langkah awal dari permohonan dan doa kita, dengan menunjukkan bahwa You'll Never Walk Alone bukan kalimat biasa.

Minggu, 30 Juni 2013


Sebuah Renungan dari Kisah Bill Shankly

Para pecinta liga Inggris pasti kenal dengan sosok Bill Shankly. Tanpa Shanks, Liverpool FC belum tentu dapat menjadi  sebuah klub besar seperti kita tahu sekarang.  Shanks menjadi manajer The Reds pada Desember 1959, pada saat The Reds terpuruk di  papan bawah divisi 2 liga Inggris dengan kondisi manajemen dan sarana yang sangat buruk. Dengan kondisi The Reds saat itu, pada awalnya Shanks sempat merasa membuat keputusan yang salah dengan kepindahannya ke Liverpool FC. Di bawah kepemimpinannya The Reds naik ke divisi utama pada musim 1961-62 dan dengan cepat merebut juara pada musim 1963-64. Di masanya, Shanks membawa The Reds ke zaman keemasannya dengan menjuarai  3 kali liga Inggris, 4 Charity Shield, 2 piala FA, dan 1 piala UEFA. Shanks pensiun dari Liverpool FC pada 12 Juli 1974 dan meninggal karena serangan jantung  pada 29 September 1981, tetapi kebesarannya masih dikenang hingga saat ini. Berbagai tribute diciptakan untuk mengenangnya diantaranya di Anfield Stadium terdapat Shankly Statue dan Shankly Gates.



Kepemimpinan, sebuah hal layak dapat ditiru dari sosok Bill Shankly. Dalam kepemimpinannya sebuah keputusan yang dibuat oleh shank dapat mengejutkan dan membuat orang lain meragukan keputusan itu. walaupun dengan banyaknya suara-suara tidak setuju, Shanks tanpa ragu-ragu tetap kukuh pada pendiriannya untuk menjalankan keputusan yang dibuatnya. Misalnya saat shanks memutuskan untuk melepas 24 pemain Liverpool FC di awal kedatangannya. Siapa yang dapat menyetujui keputusan seorang manajer baru dalam memecat 24 orang pemain lama di timnya. Seorang pemimpin memang seharusnya tidak boleh ragu dalam mengambil keputusan. Pendapat orang lain dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, tetapi tidak boleh menggoyahkan pendirian apabila sikap sudah diambil. Karena apa yang menurut orang lain benar, belum tentu benar dari sudut pandang yang berbeda.



Dengan sejarah kebesarannya, Shanks tetaplah hanya manusia biasa, keputusan yang diambilnya tidak selalu tepat. Misalnya pada saat memimpin klub Grimsby Town, karena loyalitasnya kepada pemain tua Shanks melupakan pentingnya regenerasi pada tim sepakbola, yang pada akhirnya mengakibatkan klub tersebut terpuruk. Sebagai seorang pemimpin, membuat keputusan yang salah itu wajar. Suatu kegagalan dapat menjadi sebuah pelajaran berharga, agar kegagalan yang sama dan kesalahan-kesalahan lain tidak terjadi. Proses pembelajaran dari kegagalan ini lah yang mulai terlupakan oleh pemimpin-pemimpin kita saat ini, sehingga kasus korupsi seolah-olah menjadi penyakit menahun bangsa ini. Dengan diilhami kegagalannya di Grimbsy Town, Shanks dapat membentuk The Reds menjadi salah satu klub besar dunia.

Seseorang mengenang Shanks bukan karena kisahnya dijelaskan di buku pelajaran sejarah, dedikasi dan kecintaannya kepada kepada The Reds dan sepakbola lah yang mengilhami setiap orang yang mengetahuinya. “Liverpool was made for me and I was made for Liverpool” dan “some people believe football is a matter of life and death, I can assure you it is much, much more important than that” adalah 2 diantara ucapan Shanks yang masih menggema saat ini. Pemimpin akan dapat menjadi lebih bijaksana apabila dia dapat mendedikasikan dirinya dan menumbuhkan kecintaan kepada apa yang dipimpinnya. Hal ini akan menumbuhkan sense of belonging yang membuat setiap keputusan yang diambil adalah kebijakan yang terbaik dan bukan merupakan kepentingan individual saja.



Apabila setiap orang yang mengetahui kisah Bill Shankly dapat mempelajari apa yang dilakukannya dan menerapkannya pada diri sendiri, dapat dipastikan akan lahir Shanks-Shanks baru yang dapat menjadi sosok pemimpin yang hebat. Dan seandainya pemimpin-pemimpin negara ini seperti sosok Bill Shankly, penyakit-penyakit menahun semacam korupsi akan dapat segera terobati. :D
Long Live King Kenny


“Bill Shankly jarang membuat kesalahan. Tapi saat seorang anak sekolah berusia 15 tahun berambut pirang datang ke Anfield untuk melakoni tes, dia membiarkan seorang pemain bola yang kemudian membawa Liverpool menjadi sebuah tim yang memenangi double terlepas dari genggamanya.”

Kala itu Agustus 1966, Inggris baru saja memenangi Piala Dunia dan Shankly tengah membangun dinasti yang membuat Liverpool menjadi salah satu klub paling sukses sepanjang sejarah sepak bola Inggris.  Anak remaja itu bermain dalam satu game, bagi tim B melawan Southport Reserves di Liga Lancashire. The Reds menang 1-0, tapi anak tersebut diminta pulang ke rumah dan tidak mendengar kabar apapun.

Dalglish besar sebagai pendukung Glasgow Rangers. Meski lahir di Dalmarnock, East End Glasgow, pada 4 Maret 1951, dia dibesarkan di Docklands Govan, hanya sepelemparan batu dari Ibrox.Beberapa tahun kemudian saat Shankly melihat anak itu bermain, dia marah lalu menyalahkan orang lain di klub karena tidak merekrutnya lebih awal. Hal ini terjadi 11 tahun kemudian setelah tes tersebut, pemain muda itu bergabung dengan Liverpool, tapi saat itu sang pemain sudah memiliki reputasi internasional dan dia menyebabkan pengganti Shankly, Bob Paisley, dan kubu The Reds mesti membayar 440 ribu pound, sebuah rekor transfer tertinggi di Inggris kala itu. Nah nama anak itu adalah “Kenneth Mathieson Dalglish” atau lebih populer dikenal sebagai Kenny Dalglish.

Karir sepak bolanya diretas bersama tim sekolah dasar Milton Bank. Lantas dia bergabung dengan tim U-15 Scottish Schoolboy. Ia bercita-cita bergabung dengan idolanya di Rangers. Tapi tak pernah mendapat panggilan. Dia pun mencoba tes di West Ham serta di Liverpool, tapi tak lolos jug. Dan jadinya Daglish, anak seorang mekanik Protestan, bermain bagi klub Katolik Glasgow Celtic.

Dia pun memperkuat timnas Skotlandia selama enam tahun, debutnya sebagai pemain pengganti saat menundukan Belgia 1-0 pada November  1971. Dalglish tampil di Piala Dunia 1974 di Jerman Barat, sayang Skotlandia mesti tersisih di babak penyisihan grup, meski mereka tak terkalahkan.Beberapa tahun kemudian mantan bek Arsenal dan timnas Irlandia, David O’Leary  menggambarkan usaha untuk merebut bola dari kaki Dalglish merupakan hal yang mustahil. “Dia mengangkangi bola, kaki terpentang dan sikut mencuat,” tutur O’Leary, “Dari sudut manapun anda datang, Anda hanya mendapati punggungnya di depan wajah anda.”

Saat musim semi di tahun 1977, dia mencetak gol kemenangan Skotlandia 2-1 atas Inggris di Stadion Wembley dan para fan Tartan menyerbu masuk ke lapangan dan merobohkan tiang gawang saat pertandingan selesai sebagai selebrasi atas kemenangan ini.

“Bergabung Dengan Liverpool“

Dalglish menikmati kesuksesan bersama Celtic. Ada lima gelar juara Liga Skotlandia, empat Piala Skotlandia, satu Piala Liga Skotlandia dan mengoleksi 167 gol. Tapi itu belum cukup baginya, dia ambisius dan butuh sebuah tantangan baru. Liverpool baru saja memenangi Liga Champion, mengalahkan Borussia Moenchengladbach 3-1 di Roma, Namun bintang mereka Kevin Keegan, hengkang dan bergabung dengan klub Bundesliga Jerman, SV Hamburger.

Apa yang dipahami Dalglish lebih bagus dari striker kebanyakan adalah ruang. Dia bisa menahan bola, kadang begitu lama sehingga kelihatannya momen begitu saja berlalu, tapi lantas ia seperti melihat sesuatu celah dan mengirimkan umpan terobosan yang sempurna. Kenudian, perannya berkembang dari seorang pencetak gol menjadi pembuat gol, dia menampilkan pengertian nyaris telepatik dengan Ian Rush. Striker asal Wales in, pemegang rekor pencetak gol di Piala FA dan Piala Liga, mengatakan soal dalglish: “Sya hanya berlari dan tahu bola akan menghampiri saya.”

Era Dalglish terus berkibar bersama The Kops. Liverpool mempertahankan gelar juara Liga Inggris di musim 1979/1980, memenangi Piala Liga berturut-turut antara 1980-81 dan 1983-84, mereka juga memenangi Liga Inggris di musim 1981/82, 1982/83, 1983/84. Mereka pun memenangi dua trofi Liga Champion. Dalglish merupakan jantung bagi kesuksesan The Reds ini dan menjadi Footballer of the year untuk kedua kalinya di tahun 1983 (Sebelumnya terpilih di tahun 1987). So, para Die Hard The Reds pun menabalkan gelar King atau Raja padanya sehingga dia dipanggil King Kenny.

Jumat, 28 Juni 2013

Coba Cari Celah, Gerrard Berharap Liverpool Saingi United Musim Depan


Liverpool - Namun semuanya sedikit berubah di musim depan. Keputusan pensiun Fergie dan keputusan manajemen United untuk merekrut mantan manajer Everton, David Moyes.

Situasi ini yang coba dimanfaatkan oleh Liverpool guna mendekati kembali perolehan gelar liga mereka. "Mereka telah mengganti manajer kelas dunia dengan manajer yang telah melakukan pekerjaan bagus di Everton, Jadi saya pikir, David Moyes akan melanjutkan kiprah Fergie." pandang sang kapten, Steven Gerrard.

"Ini adalah Manchester United yang baru. Dari pandangan saya, yuk kita berharap mereka tergelincir. Tetapi saya pikir, mereka punya banyak pemain yang siap bertarung." jelasnya.

Namun, Gerrard tetap akan mengerahkan rekan-rekannya guna menjatuhkan United pada musim depan meski menyadari kekuatan yang dimiliki The Red Devils. "Mereka punya pemain-pemain kelas dunia dan saya berharap mereka bertarung untuk gelar liga lagi." tambah Gerrard.

Empat pemain baru sudah didatangkan The Reds guna menyambut musim baru. Sebagian besar di antaranya adalah nama-nama baru yang jarang terdengar.

Jika di awal bursa transfer musim panas Kolo Toure resmi mendarat di Anfield, tiga nama lainnya menyusul. Mereka adalah Iago Aspas dari Celta Vigo, Luis Alberto dari Sevilla dan Simon Mignolet dari Sunderland.

Ternyata sosok Iago Aspas dan Luis Alberto cukup asing di telinga Gerrard. "Saya hanya tahu sedikit tentang mereka. Tetapi saya percaya dengan pilihan Brendan." ungkapnya yang dilansir oleh situs resmi klub.

"Mereka akan membuat keputusan yang benar dan saya telah melihat sebelumnya kekuatan dan kelemahannya pemain-pemain baru." jelas Gerrard.

Liverpool akan segera menghelat latihan pra-musim perdana mereka awal bulan depan. Setelah itu, sejumlah jadwal padat tur Asia akan menghiasi hari-hari Luis Suarez dan kawan-kawan selama bulan Juli.

Sepak terjang Manchester United musim lalu jelas sulit dihentikan tim manapun. Masih berada di bawah kendali Sir Alex Ferguson, Wayne Rooney dan kawan-kawan sukses menyandang gelar liga ke-20.